top of page

Information Society

Writer: GbGb

Author : Gabriela Priscila


Penemuan teknologi informasi yang berkembang dalam skala massal mengubah bentuk masyarakat manusia, dari masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat dunia global, sebuah dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi. (Bungin. 2017 : 163).


Information Society atau masyarakat informasi adalah suatu keadaan masyarakat di mana produksi, distribusi, dan manipulasi suatu informasi menjadi kegiatan utama. Masyarakat disebut masyarakat informasi bila bercirikan : 1) Adanya kebutuhan informasi yang tinggi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari; 2) Penggunaan teknologi informasi untuk kegiatan sosial, pengajaran, dan bisnis, serta kegiatan-kegiatan lainnya; 3) Kemampuan pertukaran data digital yang cepat dalam jarak yang jauh. Pada masyarakat informasi semua kegiatan hampir tidak terlepas dari telekomunikasi. Informasi menjadi suatu hal yang penting. Informasi menjadi sebuah produk yang ditawarkan dan informasi juga merupakan bahan baku yang akan diolah menjadi suatu informasi baru yang berguna.


Secara implisit, masyarakat informasi ditandai oleh penggunaan media elektronik. Dengan demikian, dalam masyarakat informasi diperlukan : 1) Infrastruktur jaringan telekomunikasi yang harganya terjangkau oleh masyarakat; 2) Masyarakat pemakai dan penyedia informasi; 3) Sumber Daya Manusia yang terampil dalam teknologi informasi; 4) Industri-industri teknologi informasi yang beragam dan luas; 5) Regulator yang mengatur tentang teknologi informasi, sehingga ada hukum yang jelas dan tegas dalam penggunaan teknologi komunikasi. (Ratna, dkk. 2013 : 73-74).


Untuk mencapai masyarakat informasi, perlu adanya evolusi perkembangan teknologi dari inovasi-inovasi. Inovasi yang muncul memerlukan waktu untuk diadopsi oleh masyarakat. Menurut Critical Mass Theory, setelah suatu inovasi diperkenalkan, mayoritas massa perlu diyakinkan untuk mendukung inovasi itu. Setelah masyarakat yakin akan inovasi tersebut, maka inovasi itu akan mengarah pada pertumbuhan lebih lanjut tanpa banyak usaha dari penciptanya, bahkan dapat mencapai tipping point dimana adopsi atau pertumbuhan inovasi menjadi tak terhentikan.


Everett M. Rogers merumuskan lima tahapan dalam suatu proses difusi inovasi. Pertama, pengetahuan, yaitu kesadaran individu akan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Kedua, persuasi, yaitu individu membentuk sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Ketiga, keputusan, yaitu individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Keempat, pelaksanaan, yaitu individu melaksanakan keputusannya sesuai dengan pilihan pilihannya. Kelima, konfirmasi, yaitu individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusannya, namun dia dapat berubah dari keputusan tersebut jika pesan-pesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan lainnya. (Bungin. 2017 : 283-284).


Teori Uses and Gratification menyatakan bahwa individu secara aktif mencari media tertentu dan muatan (isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasan (atau hasil) tertentu. Teoritikus kegunaan dan gratifikasi menganggap orang aktif karena mereka mampu mempelajari dan mengevaluasi berbagai jenis media untuk mencapai tujuan komunikasi. (West, dkk. 2010 : 101). Teori ini memecah alasan penggunaan media baru menjadi 3 kategori, yaitu atribut media, paparan situasi, dan aksesibilitas. Atribut media Immediacy (mengetahui sesuatu dengan segera) dan Stability (mendapatkan berita saat menginginkannya) menjadi alasan paling penting, sedangkan atribut media berupa Interactivity tidak begitu diperhatikan. Penggunaan teknologi informasi untuk mempelajari berbagai hal menjadi alasan penting dalam paparan situasi. Dalam aksesibilitas, baik ekonomis maupun kenyamanan menjadi pendorong penggunaan teknologi informasi. (Severin. 2014 : 375-376).


Berdasarkan Teori Uses and Gratification, dapat disimpulkan bahwa masyarakat memilih untuk menggunakan teknologi untuk mendapatkan dan mempelajari informasi. Hal ini membuktikan adanya suatu ketergantungan masyarakat terhadap teknologi informasi. Sandra ball-Rokeach dan Melvin DeFleur, melalui teori Media System - Dependency, menyatakan bahwa ada sebuah hubungan antara audiens, media, dan masyarakat yang lebih besar. Teori ketergantungan memperkirakan bahwa masyarakat bergantung pada informasi media untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan mencapai tujuan tertentu. Ada dua faktor yang menentukan ketergantungan pada media : Pertama, individu akan lebih bergantung pada media yang mampu memenuhi beberapa kebutuhannya daripada media yang hanya sedikit memuaskan saja. Individu memilih media yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhannya. Kedua, stabilitas sosial mempengaruhi ketergantungan masyarakat pada media. Ketika perubahan sosial dan konflik meningkat, maka ketergantungan pada media di saat-saat itu akan meningkat karena masyarakat memerlukan media sebagai sumber informasi. (Littlejohn, dkk. 2011 : 428).


Meskipun memiliki fungsi yang baik, teknologi informasi yang luas dapat memberikan dampak buruk bagi masyarakat, terutama anak-anak yang sudah terpapar teknologi sedari dini. Konten-konten yang ada dalam internet tidak dapat kita kontrol dan sulit untuk disaring. Berdasarkan Social Learning Theory, seseorang dapat memperoleh perilaku hanya dengan pengamatan dan menjadikannya panduan untuk ditiru. Seseorang dapat melihat perilaku yang ditunjukkan dalam media dan kemudian mempraktikkan perilaku itu dalam kehidupannya sendiri. (Severin. 2014 : 276-277). Sebagai contoh adalah anak-anak yang sudah terpengaruh tayangan sinetron yang seringkali memposting gambar-gambar mesra di sosial medianya, padahal dia masih dibawah umur. Contoh lain adalah YouTubers yang memamerkan barang-barang mahalnya dan mendorong penontonnya untuk melakukan sikap hedonis dan konsumtif yang sama.


Karena pengaruh yang besar dan jangkauan yang luas, tidak asing jika media ini dimanfaatkan untuk bisnis. Media mendapat keuntungan dari konsumen dan memasang iklan. Prinsip Relative Consistency menganalisis adanya pola ekonomi konstan proporsi kekayaan bagi media bisnis meskipun kompleksitas meningkat dengan adanya media baru.

Pemanfaatan media digital dalam bisnis secara maksimal dinyatakan dalam Teori Long Tail oleh Chris Anderson. Menurut Chris Anderson, semakin tinggi popularitas sebuah produk akan semakin kecil pendapatannya. Teori ini memanfaatkan faktor "kelangkaan" sebagai kekuatan bisnis. Sesuatu yang langka dapat dijual dengan harga tinggi karena tidak ada pesaing yang mengancam sehingga produk dapat terjual tanpa membanting harga. Teori Anderson berhubungan dengan bagaimana teknologi baru memungkinkan kita Untuk memanfaatkan kekuatan massa. (Belsky. 2016 : 133).



Daftar Pustaka

  • Belsky, Scott. 2016. Making Ideas Happen. Jakarta : Noura Books.

  • Bungin, Burhan. 2017. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : KENCANA.

  • Littlejohn, Stephen W., dkk. 2011. Teori Komunikasi. Jakarta : Salemba Humanika.

  • Ratna, Dwi, dkk. 2013. Peranan Teknologi Komunikasi dalam Menciptakan Masyarakat Informasi di Indonesia. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol 1, Iss 1.

  • Severin, Werner J. 2014. Communication Theories : Origins, Methods and Uses in Mass Media. London : PEARSON.

  • West, Richard, dkk. 2010. Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika.

 
 
 

Comentários


About  
 

I'm a student, currently studying in Bunda Mulia University, Alam Sutera, Tangerang. I made this blog to share my writings and passion for journalism.

© 2023 by Ad Men. Proudly created with Wix.com

Contact
 

I’m a great place for you to tell a story and feel free to give me your opinion.

Thank You!
 

Thank You for coming to this blog!

Thank You for sending me a message! I will get back to you soon! -G

bottom of page